Minggu, 30 Mei 2010

Burung Belibis Yang Terbunuh

Siang itu hari tampak cerah. Angin bertiup sepoi-sepoi membuat tangan-tangan pepohonan melambai-lambai. Tampak dari kejauhan seekor burung belibis yang sedang mencari makan terbang santai berputar-putar. Kemudian dia tertarik dengan tanaman padi yang berwarna kuning emas yang terlihat melambai-lambai kepadanya, mengundang untuk berhenti sejenak makan siang. Burung Belibis memutuskan untuk mendarat. Belum sempat burung belibis mendarat, tiba-tiba dia merasa sesak dadanya. Baru tersadar ketika dia melihat sebatang anak panah menancap di dadanya. Tak ayal lagi si burung belibis jatuh ke bumi. Dalam nafas terakhirnya si belibis berucap,

”Wahai manusia kejam, kalian curi bulu-bulu kami, dan kalian kembalikan lagi kepada kami beserta kematian kami. Kejahatan kalian akan terbawa di dalam kalangan kalian sendiri. Mulai kini separuh umat manusia akan membuat senjata untuk membunuh yang separuh lagi. Dan upahnya adalah cucuran darah yang keji.”

Akhirnya si burung belibis menemui ajalnya terkena panah yang dibubuhi bulunya sendiri.
(diilhami fabel Jean de la Fontaine)

Selasa, 25 Mei 2010

Srigala Dan Anjing

Tersebutlah seekor srigala yang tinggal di hutan. Badannya kurus kering tinggal tulang-belulang. Suatu hari ketika sedang berjalan, dia bertemu dengan seekor anjing yang berbadan gemuk. Pemandangan itu menggugah selera si srigala yang lapar. Ingin sekali dia memangsa si anjing, tapi diurungkan niatnya karena sia anjing terlihat jauh lebih besar dan kuat dari dirinya. Sambil mencari akal untuk memangsanya, si srigala memuji si anjing:

Srigala:hai anjing, hebat benar dirimu. Hidup enak makan tercukupi hingga tubuhmu
begitu besar dan kuat.
Anjing : Kawan, engkaupun bisa menjadi seperti aku jika kamu mau meninggalkan cara
hidupmu yang liar di hutan. Disana hidupmu luntang lantung tidak teratur dan
jauh dari keberuntungan. Hidup tidak ada tujuan dan selalu khawatir akan bahaya.
Sebaiknya kamu ikut aku supaya nasibmu berubah.
Srigal: Disana apa pekerjaan kamu?
Anjing: Hampir tak ada. Cuma mengusir orang-orang yang tidak sopan, pengemis, dan lain
sebagainya yang mau masuk ke pekarangan. Dan juga aku harus selalu berusaha
menyenangkan hati majikanku.
Srigala:Lalu apa upah yang kamu dapat?
Anjing: Upahku, setiap hari selalu tersaji sisa makanan majikanku yang berlimpah, tulang-
tulang ayam maupun burung. Bahkan juga aku mendapatkan pujian dari majikanku.
Srigala:Wow enak sekali hidupmu disana. Ingin sekali aku menjadi sepertimu. Tapi, kok
di lehermu ada tanda lecet apa itu?
Anjing: Ah itu remeh saja. Kadang-kadang majikanku mengikatku di leher.
Srigala: Apa, jadi kamu sering diikat?! Jadi kamu tidak punya kebebasan?!
Anjing : Tidak selalu. Tapi apa salahnya?
Srigala: O banyak salahnya. Daripada hidup mewah seperti itu, lebih baik aku hidup
kelaparan tetapi merdeka.

Kemudian srigala lari meninggalkan si anjing. Dan hingga kini srigala tetap masih tegap berdiri dengan keempat kakinya.

(diilhami oleh fabel Jean de la Fontaine)

Selasa, 18 Mei 2010

Kura-kura dan Burung Belibis

Suatu hari ada seekor kura-kura yang mengeluh kepada sahabatnya, dua burung Belibis. Kura-kura merasa jenuh dengan tempat tinggalnya dan ingin sekali bisa pergi ke tempat yang jauh untuk mengembara seperti kedua sahabatnya. Kemudian kura-kura meminta kedua Belibis sahabat karibnya untuk menolongnya.
Kedua Belibis mempunyai rencana untuk membawa pergi kura-kura lewat jalan udara, yaitu dengan cara kedua Belibis mencengkeram sebuah dahan pohon di ujung kakinya, kemudian kura-kura akan mengigit erat-erat dahan tersebut. Sehingga kedua Belibis bisa mengangkut kura-kura.
Sebelum berangkat, kedua Belibis berpesan agar selama dalam perjalanan, kura-kura tidak boleh sekalipun melepaskan gigitannya pada dahan tersebut. Kemudian terbanglah kedua Belibis sambil mengangkut kura-kura yang menggigit erat-erat dahan pohon.
Di tengah perjalanan, orang-orang teramat heran sekali melihat pemandangan itu. Salah seorang berkata:
Orang: Ha..ha..lucunya. Lihatlah seekor kura-kura yang lamban bisa terbang lengkap dengan
rumahnya. Sungguh lucu. Si ratu kura-kura itu.

Karena merasa diejek, kura-kura marah dan menyahut:

Kura-kura: Memang aku ratu. Tutup saja moncongmu yang lancang itu!

Tanpa sadar, karena berbicara mulut kura-kura terbuka, dan akhirnya kura-kura terlepas dari dahan pohon tersebut. Kura-kura terjatuh dari angkasa dan akhirnya menemui ajal.

(diilhami fabel Jean de la Fontaine)

Kamis, 13 Mei 2010

Srigala Dan Domba

Suatu hari seekor domba merasa lapar dan dahaga. Dalam paerjalannya akhirnya srigala menemukan sebuah telaga yang airnya jernih. Di telaga itu ternyata ada seekor domba yang sedang meminum air telaga. Kemudian srigala menghampiri domba sambil membentak:

Srigala: kurang ajar, kau berani minum disini?! Tak tahukah kalau tempat ini
punyaku?! Kau tak akan luput dari hukuman!
Domba : Tuanku, hendaknya jangan murka kepada hamba. Sudilah tuanku memeriksa bahwa
tempat hamba meminum air ini berjarak sepuluh depa ke hilir jauhnya dari
tempat tuanku berdiri. Jadi tidak mungkin air akan kotor kareana hamba.
Srigala: Air sungguh kotor karenamu dan kau tahu kalau kau memfitnahku setahun yang
lalu!
Domba : Bagaimana mungkin tuanku? Ketika itu hamba belum lahir.
Srigala: Boleh jadi kakakmu!”
Domba : Tetapi hamba tidak punya saudara.
Srigala: Walau begitu, tapi tetap jenismu juga. Dan kudengar kau dan anjing bersama
gembala selalu memfitnah aku. Oleh karena itu harus kubalas dendam.

Kemudian srigala menyeret domba pergi. Akhirnya si domba dibunuh dengan kejam.

Minggu, 09 Mei 2010

PETANI DAN ULAR

Suatu hari seorang petani menemukan seekor ular tergeletak di jalan. Ketika di dekati ternyata ular itu sedang sekarat karena terlindas oleh roda sebuah pedati. Kemudian tanpa berpikir panjang si petani membawa pulang ular tersebut. Di rumah, si petani merawat si ular dengan seksama dan memberinya makan dan minum.

Setelah sembuh, tanpa disadari naluri hewani si ular muncul. Sambil berdesis dengan cepat si ular mematuk si petani. Si petani mengerang kesakitan kareana gigitan si ular. Kemudian si petani mengambil parang di pinggangnya dan mengayunkannya ke arah si ular.

Ular terpotong menjadi tiga bagian, kepala, ekor, dan tubuh bagian tengah. Dengan susah payah si ular berusaha untuk menyatukan tubuhnya kembali, tapi malang akhirnya si ular mati karena terengah-engah kehabisan nafas.

Itulah balasan karena si ular tak tahu balas budi dan akhirnya menemui ajal di ujung parang si petani.

(diilhami fabel Jean de la Fontaine)